Pengertian
Akut renal feilur dapat
didefinisikan sebagai sindrom klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta
terjadinya azotemia (Davidson, 1984). Biasanya penyakit ini disertai oliguria
(pengeluaran kemih < 400 ml/ hari).
Klasifikasi
ARF diklasifikasikan menjadi 3
kategori umum yaitu :
1. ARF pre renal adalah gangguan ginjal yang ada hubungannya
dengan perfusi ginjal misal kekurangan volume, perpindahan volume, ekpansi
volume dan dimanifestasikan oleh penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Etiologinya
:
a.
Penurunan volume vaskuler
-
kehilangan
darah/ plasma : perdarahan, luka bakar.
-
Kehilangan cairan ekstravaskuler : muntah diare
b.
Kenaikan kapasitas vaskuler
-
sepsis
-
blokade ganglion
-
reaksi anafilaksis
c.
Penurunan curah jantung/ kegagalan pompa jantung
-
renjatan kardiogenik
-
payah jantung kongestif
-
tamponade jantung
-
disritmia
-
emboli paru
-
infark jantung
2.
ARF renal
ARF renal sebagai akibat
penyakit ginjal primer : yaitu berkurangnya aliran darah ginjal keseluruh
bagian atau sebagian ginjal hal ini dikarenakan keadaan pra renal yang tidak
teratasi sedangkan penyebab lain karena stenosis arteri renalis sehingga
mengurangi aliran darah keseluruh ginjal, iskemik lokal dapat terjadi bila
terjadi penyakit vaskuler oklusif, glomerulonefritis akut, nefrosklerosis
maligna, penyakit kolagen, angitis hipersensitif.
3.
ARF post renal
ARF post renal adalah
suatu keadaan dimana sebagai akibat dari obstruksi pada sepanjang saluran
perkemihan dari tubulus sampai meatus uretral.
Etiologi :
a.
Obstruksi saluran kencing : batu, pembekuan darah,
tumor, kista dll.
b.
Ekstravasasi
Patofisiologi
Pre
renal azotemia
Penurunan
fungsi ginjal akan mengaktifkan baroreseptor yang kemudian akan mengaktivasi
sistem neurohumoral dan ginjal, agar tubuh dapat tetap mempertahankan tekanan
darah, perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerular. Sistem renin- angiotensin-
aldosteron, vasopresin, aktivasi sistem saraf simpatik akan mengakibatkan
vasokonstriksi sistemik, retensi garam dan air sehingga tekanan darah dan
volume intravaskuler dapat dipertahankan. Hanya saja bila sistem mekanisme
adaptif ini tidak berhasil maka laju filtrasi glumerular menurun dan terjadilah
azotemia pra renal.
Karena
terjadi penurunan sirkulasi ginjal mengakibatkan peningkatan tonusitas medular
yang selanjutnya memperbesar reabsorbsi dari cairan tubular distal. Oleh
karenanya perubahan urine tipikal pada keadaan perfusi rendah. Volume urine
menurun sampai kurang dari 400 ml/ hari, berat jenis urin meningkat dan konsentrasi
natrium urin rendah ( biasanya < 5 mEq/ L).
Intra
renal / renal
Bila
perfusi ginjal yang lemah menetap selama periode yang cukup lama, ginjal dapat
rusak sehingga pengembalian perfusi ginjal tidak lagi memberikan efek pada
filtrasi glomerulus. Pada situasi ini terjadi gagal ginjal intrinsik (kategori
intra renal seperti NTA, nefropati vasomotor dan nefrosis nefron bawah).
Post
renal
Berbagai
kondisi yang dapat menghambat aliran urin dari ginjal keluar dapat
mengakibatkan azotemia post renal. Obstruksi ini dapat terjadi pada setiap
tempat dalam saluran perkemihan. Bila urine tidak dapat melewati obatruksi,
mengakibatkan kongesti yang akan menyebabkan tekanan retrograd melalui sistem
kolagentes dan nefron. Keadaan ini memperlambat laju aliran cairan tubular dan
menurunkan LFG. Sebagai akibatnya
reabsorbsi natrium, air dan urea meningkat menyebabkan penurunan natrium urine
dan meningkatkan osmolalitas dan BUN urine.
Gejala
klinis
Pada ARF pra renal sering ditandai dengan :
-
Vital sign rendah
-
Turgor kulit menurun
-
Tekanan vena sentral
-
Hipotensi ortostatik
Pada ARF intra renal :
a. Fase oliguria berlangsung 7- 21 hari atau
kurang dari 4 minggu. Apabila lebih dari 4 minggu perlu dilakukan biopsi
ginjal.
- Kesadaran :
disorientasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
-
Gastro intestinal :
anoreksia, mual, muntah, mulut terasa kering, stomatitis, perdarahan
gastrointestinal.
-
Pernafasan :
kusmaul, dyspnea, cheyne stokes bau nafas kha ureum/ pneumonia uremik.
- Kulit/ mukosa : perdarahan,
anemia, dermatitis uremik dijumpai adanya udem karena overhidrasi.
Pemeriksaan laboratorium
-
Kenaikan
sisa metabolisme protein : uruem kreatinin, NPN, asam urat.
-
Gangguan
keseimbangan asam basa asidosis metabolik
-
Gangguan
keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatriumia atau hiponatrium,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
b.
Fase poliuria
Fase ini terjadi diuresis dimana volume urin lebih dari 1 liter/ 24 jam dan
kadang dapat mencapai 4- 5 liter/ 24 jam. Poliuria terjadi karena efek diuretik
ureum, disamping adanya gangguan faal tubuli dalam mereabsorbsi garam dan air.
Pada fase ini kadar ureum dan kreatini masih meningkat pada 3- 5 hari
pertama. Setelah itu akan menurun dan diiringi perbaikan klinisnya, karena
permulaan fase poliuria, LFG masih
terlalu rendah. Pada fase ini banyak kehilangan cairan dan elektrolit sehingga
perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya dehidrasi serta gangguan keseimbangan
elektrolit.
c.
Fase penyembuhan
Penyembuhan secara sempurna faal ginjal akan berlangsung sampai 6- 21
bulan. Faal ginjal yang paling akhir adalah normal pada faal konsentrasi.
Pada post renal
Pada post renal sering diketahui
tanda- tanda seperti :
-
Poliuria disertai anuria
- Syndrom diabetes insipidus (pittesin-
resisten diabetes insipidus )
-
Kolik, batu
-
Hidronefrosis bilateral
Pemeriksaan diagnostik
a.
Laboratorium
ARF pra renal
- Darah :
ureum kreatinin, elektrolit serta osmolaritas.
- Urine :
ureum, kreatini, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis urine.
ARF renal : urine dan darah, uji diuretik.
ARF post renal
- Darah :
ureum, kreatinin dan elektrolit.
- Urine :
ureum, kreatini, elektrolit dan berat jenis urine.
b.
USG
c.
CT Scan abdomen
Penatalaksanaan
ARF pra renal
Mempertahankan diuresis
diberikan manitolo dan furosemid.
ARF renal
Mengobati penyebab NTA, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah infeksi, pengelolaan konservatif.
ARF post renal
Tindakan pembedahan untuk dapat
menghilangkan obstruksinya, perlu diperhatikan pula adanya kemungkinan
terjadinya sindroma pasca obstruksi berupa poliuria hebat yang memerlukan
koreksi cairan elektrolit
Diagnosa keperawatan
A. Pasien dengan ARF azotemia pre renal :
1. Perubahan perfusi jaringan b/ d
hipovolumia sekunder terhadap ARF
B. Pasien
dengan ARF intra renal/ renal :
1. Perubahan perfusi jaringan b/ d iskemik
ginjal sekunder terhadap glomerulonefritis akut.
2.
Resiko tinggi terhadap infeksi b/ d ARF
3.
Kelebihan volume cairan b/d ARF, filtrasi buruk dan
masukan intravena
C. Pasien
dengan ARF post renal :
1. Perubahan eliminasi urine b/ d obstruksi
sekunder terhadap kanker, prostat, obstruksi uretra.
2. Resiko tinggi terhadap perubahan rasa
nyaman b/d inefektif eliminasi urine, kandung kemih penuh.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit b/ d kerusakan sekunder sel tubulus.
INTERVENSI
Asuhan keperawatan ARF
azotemia pre renal
DP
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Perubahan perfusi jaringan b/ d hipovolumia
sekunder terhadap ARF
|
Pasien akan stabil secara hemodinamik setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan kritria hasil :
Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
|
- pantau TTV, tekanan desak kapiler pulmonari, tekanan
vena sentral, curah jantung, indeks jantung setiap 1 jam sampai stabil
kemudian tiap 2 jam.
- pantau hasil laboratorium (Na, K, Hb, Ht, Px koagulasi).
- monitor membran mukosa yang kering
- Validasi catatan cairan yang masuk dan keluar
- Pantau cairan yang masuk dan reaksi transfusi bila
kelebihan
- Pantau adanya perubahan fungsi mental
|
Untuk
mengetahui vital sign dan hemodinamika agar tetap stabil
Untuk
mengetahui abnormalitas elektrolit
Untuk
mengetahui adanya dehidrasi
Untuk
mengetahui keseimbangan cairan elektrolit
Menghindari
terjadinya oedem
Untuk
mengetahui apakah pasien mengalami disorientasi tempat
|
Asuhan keperawatan ARF
intra renal/ renal
DP
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Perubahan perfusi jaringan b/ d iskemik
ginjal sekunder terhadap glomerulonefritis akut.
Resiko tinggi terhadap infeksi b/ d ARF
Kelebihan volume cairan b/d ARF, filtrasi buruk dan masukan intravena
|
Pasien mampu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak tampak
tanda- tanda infeksi dengan KH :
Tidak terlihat tanda infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam volume cairan
dapat dipertahankan dengan KH :
Output dan input cairan dalam keadaan
seimbang.
|
- atur hidrasi dfan hindari terjadinya dehidrasi
- amati tanda dan gejala retensi cairan
- pantau nilai- nilai hasil pemeriksaan laboratorium Na, K, Cl, keseimbangan
asam basa
- Amati tanda- tanda infeksi
- jaga keseterilan dalam melakukan prosedur tindakan invasif
- cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
- Hitung jumlah cairan yang masuk dan keluar tiap 1 jam
- catat warna dan jumlah urine yang keluar setiap 1 jam.
|
Menghindari terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit
Mengurangi dan menghindari faktor – faktor pencentus erjadinya nosokomial
infeksi.
Untuk memantau bila terjadi kelebihan
volume cairan tubuh
|
Asuhan keperawatan ARF
potrenal
DP
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Perubahan eliminasi urine b/d obstruksi sekunder
terhadap kanker, prostat, obstruksi uretra.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
kerusakan sekunder sel tubulus.
Resiko tinggi terhadap perubahan rasa nyaman b/d
inefektif eliminasi urine, kandung kemih penuh.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam pasien dapat mempertahankan eliminasi BAK
Pasien akan mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Pasien akan mempertahan kan rasa nyaman
selama eliminasi urine
|
Pertahankan pemasangan urine kateter
Amati pola buang air kecil
Inspeksi urine terhadap dermaturi dan batu
Pertahankan validasi data haluaran urin yang
keluar
Berikan asupan cairan elektrolit sesuai dengan
program dokter
Pantau respon- respon yang menguntungkan dan
merugikan terhadap segmen pengobatan
Berikan obat penghilang rasa nyeri sesuai dengan
program dokter
Jaga privasi klien saat melakukan tindakan
keperawatan
|
Lebih mudah dalam menghitung jumlah
urine yang keluar
Untuk mempertahankan cairan dan
elektrolit tubuh
Memberikan rasa nyaman sehingga pasien
bisa mengalihkan perhatian terhadap
nyeri
|
Daftar
pustaka
APrice, Sylvia and M. Wilson, Lorraine. 1992. Pathophysiology
Fourth Edition. Mosby Year Book. Michigan
Doenges, Marylinn E. et al.
(1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa.
Jakarta. EGC.
Ignatavicius, Dona D and Bayna,
Marylen V. 1991. Medical Surgical Nursing
A nursing proces Aproach Edisi I. WB Saunders Company. Philadhelpia.
Soeparman. Et al. (1990). Buku Ajar Penyakit Dalam,
Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar