Isu tes keperawanan pada remaja usia sekolah tentu saja membuat para
orangtua jadi geram. Bagaimana tidak, di usia ini orangtua pasti
berpikir bahwa anak-anak perempuan mereka masih perawan.
Namun,
bagaimanapun juga usulan ini membuat orangtua jadi was-was tentang
status anak perempuannya. Bukannya tidak percaya kepada si anak, tapi
hanya memastikan saja kalau anak tetap mampu menjaga "mahkotanya".
"Karena
berbagai penyebab, misal pergaulan yang tidak benar, coba-coba, atau
kurang perhatian orangtua, remaja bisa saja terjerumus untuk melakukan
seks bebas," ungkap psikolog keluarga Anna Surti Ariani, saat dihubungi KompasFemale.
Meskipun
kita tidak berharap demikian, apa yang harus kita lakukan ketika
mendapati kenyataan bahwa anak sudah tidak perawan lagi?
1. Menahan diri
"Ketika tahu anak remajanya sudah tidak perawan lagi, orangtua pasti shock dan marah. Ini adalah reaksi awal dan wajar," katanya.
Hanya
saja ia menyarankan untuk tidak membiarkan emosi yang bicara. Tahan
diri untuk tidak melakukan hal-hal buruk kepada si anak, atau diri
sendiri.
Sekalipun marah, ada baiknya untuk tidak langsung
mengungkapkan perasaan tersebut. Tak ada gunanya marah-marah dan
melampiaskan emosi kepada anak, karena semuanya mungkin saja malah jadi
bertambah buruk. Ambil waktu sebentar untuk menenangkan diri dan emosi
Anda.
2. Mengobrol dengan kepala dingin
Setelah
berhasil mengontrol emosi Anda, barulah ajak si anak ngobrol. Hanya
saja, Anda tak boleh langsung menuding anak yang macam-macam. Misalnya,
menuding anak bersalah karena sudah melakukan hubungan bebas, tidak
punya moral, dan lainnya.
"Saat tahu kenyataan ini, bukan cuma Anda yang shock, tapi si anak juga shock.
Apalagi kalau ternyata hilangnya keperawanan ini bukan karena hubungan
bebas, melainkan perkosaan, atau justru olahraga keras," kata perempuan
yang akrab disapa Nina ini.
Untuk mengantisipasi kesalahan
"menebak" penyebabnya, sebagai orangtua Anda harus memberikan
pertanyaan-pertanyaan terbuka. "Mulailah dengan menanyakan kepadanya apa
yang terjadi sehingga hal ini bisa terjadi," jelasnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang menuding akan menutup peluang diskusi terbuka
dengan anak, sehingga sulit menemukan jalan keluarnya.
3. Cari tahu alasannya
Jika
ternyata si anak melakukan hubungan seks bebas dengan kekasihnya, maka
Anda perlu bertanya lebih jelas tentang siapa kekasihnya, frekuensinya,
dan alasan mereka melakukannya. Jangan melulu menyalahkan anak karena
sudah melakukan hal ini. Lebih jauh, seharusnya Anda introspeksi diri
dengan pola pengasuhan Anda selama ini.
Nina mengungkapkan bahwa
pola asuh orangtua yang kurang perhatian, galak, cuek, atau terlalu
mengekang, bisa membuat anak justru melawan. "Sayangnya, ada beberapa
kasus seks bebas yang dilakukan remaja Indonesia hanya dilakukan untuk
melawan orangtuanya saja. Ini sangat ironis," ungkapnya.
4. Cari tahu langkah selanjutnya
Kalau
sudah tahu penyebab dan alasannya, hindari memaksa anak untuk melakukan
sesuatu yang tidak disukainya. Sebaliknya, Nina menyarankan untuk
mengajak anak memikirkan apa yang ingin dilakukannya.
"Saat ini anak sudah shock,
akan tetapi mereka tetap bisa berpikir tentang sebab-akibat dan jalan
keluarnya. Ini akan membantu mereka untuk menjaga kondisi psikologisnya
sekaligus mengatur tingkat kedewasaan dan tanggung jawabnya," sarannya.
Memaksa
anak untuk melakukan sesuatu yang mungkin tak diinginkannya setelah hal
ini terjadi (misalnya menikahkan paksa, aborsi, pindah keluar kota atau
negeri) akan membuat kondisi psikologisnya jadi lebih buruk, dan
mungkin saja jadi depresi.
Selain mengajak anak untuk mencari
jalan keluar bersama melalui diskusi, orangtua juga bisa mengambil
langkah untuk membantu si anak menjauhi orang yang sudah berbuat jahat
kepadanya, mengajarkan anak untuk menolak tindakan asusila.
Beberapa
langkah yang disarankan Nina antara lain mencari teman perempuan yang
bisa menjaganya, mencari kesibukan baru, mengajak anak ke komunitas
baru, memberi pendidikan seks yang tepat, dan mengajak anak untuk banyak
ngobrol dan curhat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar