WELCOME TO ENDE FLORES KOTA RAHIMNYA PACASILAKOTA RAHIMNYA PACASILA

Minggu, 16 Maret 2014

Hormon "Cinta" Berpotensi Atasi Anoreksia

Keinginan memiliki bentuk tubuh sempurna, membuat banyak orang terjebak dalam cara diet yang salah. Hasilnya, bukan bentuk tubuh indah yang didapat melainkan penyakit yang mengancam nyawa.
Salah satunya adalah anoreksia nervosa, penyakit yang membuat penderitanya merasa terlalu gemuk hingga membiarkan dirinya kelaparan. Penyakit ini telah mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, termasuk 1 dari 150 gadis remaja di Inggris.

Anoreksia nervosa adalah salah satu penyebab utama kematian yang berhubungan dengan kesehatan mental, baik akibat komplikasi fisik atau bunuh diri. Kondisi itu bahkan tidak hanya mengancam gadis remaja dan wanita dewasa tapi juga pria.
Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh membuat mereka mengalami masalah terhadap pola makan hingga kondisi sosial, termasuk kecemasan dan hipersensitivitas terhadap emosi negatif.

"Pasien dengan anoreksia memiliki berbagai kesulitan sosial yang sering dimulai pada awal usia remaja mereka, sebelum timbulnya penyakit," kata Janet Treasure, seorang profesor di King College London Institute of Psychiatry yang juga terlibat dalam dua penelitian tentang hormon dan telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

Hormon Oksitosin
Mengatasi hal itu, Treasure pun melakukan penelitian untuk mengubah kecenderungan pasien anoreksia terhadap bentuk tubuh. Dan ditemukanlah hormon yang mampu membantu mengatasi hal tersebut: oksitosin. Hormon yang dikenal sebagai "hormon cinta" ini dianggap menjanjikan sebagai pengobatan potensial bagi orang-orang dengan gangguan makan anoreksia nervosa.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Treasure bersama para peneliti dari Inggris dan Korea lainnya, ditemukan bahwa oksitosin mampu mengubah kecenderungan pasien anoreksia untuk terpaku pada gambar makanan berlemak dan bentuk tubuh gemuk. Dengan demikian, hormon ini dapat dikembangkan sebagai pengobatan untuk membantu mereka mengatasi obsesi tidak sehat dengan diet.

"Dengan menggunakan oksitosin sebagai pengobatan yang potensial untuk anoreksia, kita bisa fokus pada beberapa masalah mendasar," ujar Treasure seperti dilansir kantor berita Reuters.

Oksitosin adalah hormon yang dilepaskan tubuh secara alami saat terjadi ikatan manusia, termasuk saat berhubungan seks, melahirkan dan menyusui. Sebagai produk disintesis, oksitosin telah diuji sebagai pengobatan untuk berbagai gangguan kejiwaan. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa oksitosin memiliki manfaat dalam menurunkan kecemasan sosial pada mereka yang mengalami autisme.

Dalam bagian pertama penelitian, tim Treasure menganalisa 31 pasien anoreksia dan 33 orang yang tidak memiliki anoreksia. Mereka diberikan oksitosin maupun plasebo.
Sebelum dan sesudah mengonsumsi obat atau plasebo, peserta diminta melihat gambar yang berhubungan dengan berat badan, makanan berkalori tinggi dan rendah, bentuk tubuh kurus dan gemuk.
Kemudian, para peneliti mengukur seberapa cepat peserta dapat mengidentifikasi gambar-gambar tersebut. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychoneuroendocrinology ini menunjukkan bahwa pasien yang menerima hormon oksitosin, dapat mengurangi fokusnya pada gambar makanan dan tubuh gemuk.

Sedangkan di penelitian kedua yang diterbitkan dalam Public Library of Science atau jurnal PLoS ONE, para peneliti menggunakan peserta, obat dan plasebo yang sama, untuk melihat ekspresi wajah seperti marah, jijik atau bahagia. Hasilnya, pasien anoreksia yang menerima oksitosin dapat mengurangi fokus pada ekspresi wajah "menjijikan".

"Penelitian kami menunjukkan bahwa oksitosin mengurangi kecenderungan bawah sadar pasien untuk fokus pada makanan, bentuk tubuh, dan emosi negatif," ujar Youl - Ri Kim , seorang profesor di Inje University, Seoul, Korea Selatan yang bekerja sama dengan Treasure.

1 komentar: