WELCOME TO ENDE FLORES KOTA RAHIMNYA PACASILAKOTA RAHIMNYA PACASILA

Sabtu, 01 Februari 2014

Pernikahan Baik untuk Kesehatan Tulang Pria


Penelitian baru dari UCLA (University of California, Los Angeles) menunjukkan bahwa pernikahan baik untuk kesehatan tulang kaum pria, tetapi hanya jika mereka menikah ketika berusia 25 tahun atau lebih tua.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan secara online dalam jurnal Osteoporosis International, peneliti menemukan bukti bahwa pria yang menikah saat berusia kurang dari 25 tahun memiliki kekuatan tulang lebih rendah daripada laki-laki yang menikah untuk pertama kalinya pada usia lebih dari 25 tahun.

Selain itu, pria yang menjalani pernikahan yang stabil dan tak pernah bercerai sebelumnya memiliki kekuatan tulang yang lebih baik daripada laki-laki yang pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan, kata para peneliti. Dan laki-laki dalam hubungan yang stabil juga memiliki tulang yang lebih kuat daripada laki-laki yang tidak pernah menikah sama sekali.
Meskipun bagi perempuan tidak terdapat link serupa antara kesehatan tulang dan pernikahan, penulis studi berhasil menemukan bukti bahwa wanita dengan pasangan yang “mendukung”, memiliki kekuatan tulang yang lebih besar daripada mereka yang pasangannya tidak menghargai, memahami perasaannya atau secara emosional kurang mendukung.
Ini adalah riset pertama yang mengkaitkan riwayat perkawinan dan kualitas perkawinan dengan kesehatan tulang, kata penulis senior studi tersebut, Dr. Carolyn Crandall, seorang profesor kedokteran di divisi penyakit dalam umum dan penelitian pelayanan kesehatan di David Geffen School of Medicine di UCLA.
"Ada sangat sedikit informasi yang diketahui tentang pengaruh faktor-faktor sosial lain, selain sosial ekonomi, terhadap kesehatan tulang," kata Crandall. "Kesehatan yang baik tidak hanya tergantung pada perilaku kesehatan yang baik, seperti menjaga pola makan yang sehat dan tidak merokok, tetapi juga pada aspek-aspek sosial kehidupan lainnya, seperti riwayat kehidupan perkawinan dan kualitas hubungan."
Dalam penelitian ini, para peneliti menggunakan data dari studi paruh baya di Amerika Serikat, yang merekrut peserta yang berusia antara 25-75 tahun pada sepanjang tahun 1995-1996, sebanyak 294 pria dan 338 wanita. Peserta dari penelitian tersebut kemudian kembali diwawancarai pada tahun 2004-2005. Untuk menguji hubungan antara kesehatan tulang dan status perkawinan, para peneliti menggunakan pengukuran kepadatan tulang pinggul dan tulang belakang yang diperoleh dengan menggunakan scanner standar kepadatan tulang selama kunjungan kedua para partisipan di UCLA, Georgetown University dan University of Wisconsin-Madison. Mereka juga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesehatan tulang, seperti obat-obatan, perilaku kesehatan dan menopause.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa hubungan antara pernikahan dan kesehatan tulang jelas terlihat di tulang belakang tetapi tidak di tulang pinggul, mungkin karena perbedaan komposisi tulang, kata para peneliti.
Data mengemukakan beberapa korelasi yang signifikan antara pernikahan dan kesehatan tulang, tapi hanya untuk laki-laki. Para penulis penelitian menemukan bahwa pria dalam pernikahan jangka panjang yang stabil memiliki kepadatan tulang yang lebih baik di tulang belakang dibandingkan kelompok laki-laki lain; termasuk laki-laki yang saat ini menikah, tapi pernah bercerai atau berpisah, atau laki-laki yang belum pernah menikah.
Di antara pria yang pertama kali menikah sebelum berumur 25 tahun, para peneliti menemukan penurunan yang signifikan dalam kekuatan tulang belakang pada setiap tahun pernikahannya dibandingkan sebelum menikah.
"Pernikahan yang sangat awal adalah merugikan pada pria, mungkin karena tekanan harus menyediakan nafkah untuk keluarga," kata rekan penulis studi Dr. Arun Karlamangla, seorang profesor kedokteran di divisi geriatri di Geffen School.
Sebagai contoh, penulis mengatakan, mereka yang menikah muda cenderung kurang berpendidikan, yang menyebabkan gaji yang lebih rendah dan lebih banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sayangnya, para peneliti belum menemukan jalur biologis yang menghubungkan antara kesehatan tulang dan pernikahan ini. Hasil temuan juga dibatasi oleh kenyataan bahwa tidak terdapat penilaian longitudinal kepadatan tulang pada penelitian ini, karena hasil temuan hanya menilai korelasi, bukan hubungan sebab dan akibat. Atas dasar inilah, para peneliti merencanakan akan melakukan penelitian lanjutan di masa depan.
Meskipun disertai beberapa keterbatasan, temuan ini "memberikan bukti tambahan baru dari hubungan antara riwayat kehidupan psikososial dan kesehatan tulang pada orang dewasa," tulis para penulis. "Perbedaan gender yang diamati dalam hubungan antara riwayat perkawinan dan kekuatan tulang adalah konsisten dengan perbedaan gender yang juga terlihat pada studi sebelumnya mengenai status perkawinan dan aspek lain dari kesehatan, dan menyiratkan bahwa kita tidak boleh berasumsi bahwa pernikahan memiliki manfaat kesehatan yang sama bagi laki-laki dan wanita”.

"Secara khusus, tidak pernah menikah, mengalami perceraian atau berpisah, berhubungan dengan kesehatan tulang yang buruk pada pria, sedangkan kualitas perkawinan yang buruk dikaitkan dengan kesehatan tulang yang buruk pula pada wanita."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar