Penelitian baru dari UCLA (University of California, Los Angeles) menunjukkan bahwa pernikahan baik untuk kesehatan tulang kaum pria, tetapi hanya jika mereka menikah ketika berusia 25 tahun atau lebih tua.
Dalam sebuah penelitian yang
diterbitkan secara online dalam jurnal Osteoporosis International, peneliti menemukan bukti bahwa pria yang menikah saat berusia
kurang dari 25 tahun memiliki kekuatan tulang lebih rendah daripada laki-laki
yang menikah untuk pertama kalinya pada usia lebih dari 25 tahun.
Selain itu, pria yang menjalani pernikahan
yang stabil dan tak pernah bercerai sebelumnya memiliki kekuatan tulang yang
lebih baik daripada laki-laki yang pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan,
kata para peneliti. Dan laki-laki dalam hubungan yang stabil juga memiliki
tulang yang lebih kuat daripada laki-laki yang tidak pernah menikah sama sekali.
Meskipun bagi perempuan tidak
terdapat link serupa antara kesehatan
tulang dan pernikahan, penulis studi berhasil menemukan bukti bahwa wanita
dengan pasangan yang “mendukung”, memiliki kekuatan tulang yang lebih besar
daripada mereka yang pasangannya tidak menghargai, memahami perasaannya atau
secara emosional kurang mendukung.
Ini adalah riset pertama yang mengkaitkan riwayat perkawinan dan kualitas perkawinan dengan kesehatan tulang, kata penulis senior studi tersebut, Dr. Carolyn Crandall, seorang profesor kedokteran di divisi penyakit dalam umum dan penelitian pelayanan kesehatan di David Geffen School of Medicine di UCLA.
"Ada sangat sedikit informasi
yang diketahui tentang pengaruh faktor-faktor sosial lain, selain sosial
ekonomi, terhadap kesehatan tulang," kata Crandall. "Kesehatan yang baik tidak hanya tergantung pada
perilaku kesehatan yang baik, seperti menjaga pola makan yang sehat dan tidak
merokok, tetapi juga pada aspek-aspek sosial kehidupan lainnya, seperti riwayat
kehidupan perkawinan dan kualitas hubungan."
Dalam penelitian ini, para
peneliti menggunakan data dari studi paruh baya di Amerika Serikat, yang
merekrut peserta yang berusia antara 25-75 tahun pada sepanjang tahun 1995-1996,
sebanyak 294 pria dan 338 wanita. Peserta dari penelitian tersebut kemudian kembali
diwawancarai pada tahun 2004-2005. Untuk menguji hubungan antara kesehatan
tulang dan status perkawinan, para peneliti menggunakan pengukuran kepadatan
tulang pinggul dan tulang belakang yang diperoleh dengan menggunakan scanner
standar kepadatan tulang selama kunjungan kedua para partisipan di UCLA, Georgetown University dan University of Wisconsin-Madison. Mereka
juga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesehatan tulang,
seperti obat-obatan, perilaku kesehatan dan menopause.
Penelitian tersebut juga
menemukan bahwa hubungan antara pernikahan dan kesehatan tulang jelas terlihat
di tulang belakang tetapi tidak di tulang pinggul, mungkin karena perbedaan
komposisi tulang, kata para peneliti.
Data mengemukakan beberapa
korelasi yang signifikan antara pernikahan dan kesehatan tulang, tapi hanya
untuk laki-laki. Para penulis penelitian menemukan bahwa pria dalam pernikahan
jangka panjang yang stabil memiliki kepadatan tulang yang lebih baik di tulang
belakang dibandingkan kelompok laki-laki lain; termasuk laki-laki yang saat ini
menikah, tapi pernah bercerai atau berpisah, atau laki-laki yang belum pernah
menikah.
Di antara pria yang pertama kali
menikah sebelum berumur 25 tahun, para peneliti menemukan penurunan yang
signifikan dalam kekuatan tulang belakang pada setiap tahun pernikahannya
dibandingkan sebelum menikah.
"Pernikahan yang sangat awal
adalah merugikan pada pria, mungkin karena tekanan harus menyediakan nafkah untuk
keluarga," kata rekan penulis studi Dr. Arun Karlamangla, seorang profesor
kedokteran di divisi geriatri di Geffen School.
Sebagai contoh, penulis
mengatakan, mereka yang menikah muda cenderung kurang berpendidikan, yang
menyebabkan gaji yang lebih rendah dan lebih banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan keluarganya.
Sayangnya, para peneliti belum
menemukan jalur biologis yang menghubungkan antara kesehatan tulang dan
pernikahan ini. Hasil temuan juga dibatasi oleh kenyataan bahwa tidak terdapat
penilaian longitudinal kepadatan tulang pada penelitian ini, karena hasil
temuan hanya menilai korelasi, bukan hubungan sebab dan akibat. Atas dasar inilah,
para peneliti merencanakan akan melakukan penelitian lanjutan di masa depan.
Meskipun disertai beberapa keterbatasan,
temuan ini "memberikan bukti tambahan baru dari hubungan antara riwayat
kehidupan psikososial dan kesehatan tulang pada orang dewasa," tulis para
penulis. "Perbedaan gender yang diamati dalam hubungan antara riwayat
perkawinan dan kekuatan tulang adalah konsisten dengan perbedaan gender yang
juga terlihat pada studi sebelumnya mengenai status perkawinan dan aspek lain
dari kesehatan, dan menyiratkan bahwa kita tidak boleh berasumsi bahwa
pernikahan memiliki manfaat kesehatan yang sama bagi laki-laki dan wanita”.
"Secara khusus, tidak pernah menikah, mengalami perceraian atau berpisah, berhubungan dengan kesehatan tulang yang buruk pada pria, sedangkan kualitas perkawinan yang buruk dikaitkan dengan kesehatan tulang yang buruk pula pada wanita."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar